Senin, 05 Desember 2011

Tangis


Tangis oleh W. S. Rendra
Ke mana larinya anak tercinta
yang diburu segenap penduduk kota?
Paman Doblang! Paman Doblang!

Ia lari membawa dosa
tangannya dilumari cemar noda
tangisnya menyusupi belukar di rimba.

Sejak semalam orang kota menembaki
dengan dendam tuntutan mati
dan ia lari membawa diri
Seluruh subuh, seluruh pagi.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Ke mana larinya anak tercinta
di padang lalang mana
di bukit kapur mana
mengapa tak lari di riba bunda?

Paman Doblang! Paman Doblang!
Pesankan padanya dengan angin kemarau
ibunya yang tua menunggu di dangau.

Kalau lebar nganga lukanya
mulut bunda „kan mengucupnya.

Kalau kotor warna jiwanya
ibu cuci di lubuk hati.
Cuma ibu yang bisa mengerti
ia membunuh tak dengan hati.

Kalau memang hauskan darah manusia
suruhlah minum darah ibunya.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Kataka, ibunya selalu berdoa.
Kalau ia kan mati jauh di rimba
suruh ingat marhum bapanya
yang di sorga, di imannya.

Dan di dangau ini ibunya menanti
dengan rambut putih dan debar hati.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Kalau di rimba rembulan pudar duka
katakan, itulah wajah ibunya.
Dalam puisi ini di ceritakan seorang lelaki paruh baya yang biasa dikenal dengan sebutan Paman Doblang yang tengah di buru oleh warga kota karena telah menghabisi nyawa salah seorang penduduk kota.
Dan nalurui seorang ibu (ibu Paman Doblang) mengatakan jika anaknya tak mungkin melakukan hal ini,karena sang ibu tau benar siapa anaknya yang sebenarnya. Dan kalaupun sang anak melakukannya, sang ibu yakin jika anaknya melakukan semua itu atas bukan atas rasa dendam namun sang ibu merasa jika anaknya membunuh karena sebuah ketidak sengajaan atau untuk membela diri.

Perempuan berkalung sorban


Perempuan Berkalung Sorban
1.Identitas Novel:
a. Judul : Perempuan berkalung sorban
b. Pengarang : Abidah El Khalieqy
c. Penerbit : Arti Bumi Intaran
d. Tahun terbit :2008
e. Jumlah halaman : 317
f. Cetakan : Juli 2008
g. Ukuran : Panjang : 18,2 Cm
Sinopsis:
Novel ini merupakan penggambaran perjuangan seorang wanita bernama Anissa yang merupakan anak dari seorang pimpinan Pondok Pesantren Salafiah putri Al-Huda yang terletak di jawa timur. Anisa hidup dalam keluarga yang sangat mengedepankan agama, bagi keluarganya yang terpenting hanyalah Al-Qur’an, Hadist dan Sunnah dan mereka menganggap bahwa buku-buku modern yang ada adalah sebuah hal yang menyimpang.
Dari sinilah Annisa mulai berfikir bahwa Agama Islam hanya berpihak pada pihak laki-laki.Anissa tumbuh menjadi seorang remaja dengan segala rasa penasaran akan perbeaan yang terletak pada hak antara laki-laki dan perempuan. Apalagi kedua kakak laki-lakinya begitu bebas dalam kehidupan sehari-harinya. Rasa iri menghampiri  Anissa, hingga Anissa meminta pada Lek Kudhori yang merupakan saudaranya untuk mengajarinya belajar berkuda, hal ini dilakukan tentunya dengan sembunyi-sembunyi dan jauh dari sepengetahuan orang tuanya.
Bagi Anissa Lek Khudori adalah sosok idolanya, apalagi dia sangat mengerti pada Anissa.Di tengah-tengah usianya yang beranjak dewasa Anissa merasa ada sesuatu yang tak wajar pada dirinya, sebuah perasaan yang sangat aneh. Anissa jatuh cinta pada Lek Kudhori, di saa-saat itu pula Lek Kudhory terpaksa meninggalkan Anissa untuk menuntut ilmu di Universitas Al-Ashar Cairo.
Hari-hari yang dilalui Anissa terasa sangat berat, kini hari-harinya terasa sangat menyebalkan dengan aturan-aturan yang sama sekali merugikan kaum wanita. Pemberontakan demi pemberontakan dilakukan Anissa, namun semu itu tak sedikitpun merubah kehidupannya, dan akibat pemberontakan-pemberontakan itu.Dan saat ini usianya belum genap tiga belas tahun, namun ayahnya  sudah berinisiatif untuk menjodohkannya.
Singkat cerita akhirnya Anissa terpaksa menuruti kemauan orang tuanya itu, Menikahlah Anissa menikah dengan lelaki yang sama sekali tak dicintainya, lelaki itu bernama Syamsudin yang merupakan anak dari kyai pemilik Pondok Pesantren yang merupakan rekan relasi dari ayah Anissa. Orang tua Anissa menjodohkan Anissa dengan Syamsudiu atas dasar karena Syamsudin merupakan anak dari keluarga yang baik-baik dan lulusan Sarjana Hukum.
Namun keadaan berbalik arah, kehidupan rumah tangga yang dijalani Anissa tak berjalan sesuai harapa, perlakuan Syamsudin pada Anissa sangat tidak manusiawi. Namun hal itu tak pernah di ketahui oleh orang tua Anissa. Hingga suatu ketika seorang janda muda bernama Mbak Kalsum mendatangi rumah Syamsudin untuk meminta pertanggung jawaban atas kehamilannya bersama Syamsudin.  Kepelikan tak berhenti sampai disini, kini Anissa harus dimadu dan harus mengurus Fadillah, bayi perempuan hasil hubungan Syamsudin bersama Mbak Kalsum.
Suatu hari Anissa mnyempatkan diri pulang ke Pondok untuk menjenguk orang tuanya. Kebetulan hari tersebut bertepatan dengan pulangnya Lek Kudhori dari Cairo. Anissa mencurahkan segenap maslah yang dipendamnya, mengetahui hal itu sang ayah jatuh sakit, dan berinisiatif untuk menceraikan anaknya. Sebuah kebebasan kini telah direngkuhnya kebahagian kini menghampirinya.
Kebersamaan yang terjalin diantara Anissa dan Lek Khudori semakin memupuk rasa cinta diantara mereka berdua. Kebersamaa diantara mereka berdua memunculkan banyak pergunjingan di kalangan tetangga di sekitar mereka.
Anissa menikah dengan Lek Khudori, namun semua itu tak menghilangkan trauma dibenak Anissa, Namun perlakuan lembut yang diberikan oleh Lek Kudhori pelan-pelan meluruhkan traumatik akut yang melakat di benak Anissa. Kini Anissa mendapatkan perlakuan yang sangat baik bak seorang ratu, perlakuan yang sangat indah jauh dari perilaku-perilaku yang pernah diterimanya dari mantan suaminya Syamsudin.Dan kini  Anissa hidup dengan kebahagian yang haqiqi.
Tahun telah berganti tahun dan merekapun dikaruniai seorang anak yang diberi nama Mahbub.Ditengah-tengah kebahagiaan yang tengah berpihak padanya, Sebuah kabar buruk menghampirinya, Lek Khudori tewas dalam kecelakaan, ada yang mengatakan bila Syamsudinlah pelaku tabrak lari itu.

Kisah Kelahiran Hanuman


Kisah Kelahiran Hanuman

Pada jaman dahulu kala hiduplah Resi Gautama yang sangat khusuk dalam beribadah, Resi Gautama bertapa di Gunung Sukendra. Karena kekhusukannya Resi Gautama dianugrahi sesosok bidadar cantik dari khayangan yang bernama Dewi Windrati yang tak lain adalah bidadari yang pernah menjalin hubungan asmara dengan Bathara Surya atau biasa di sebut Dewa Matahari.
Dari pernikahan tersebut Resi Gautama dan Dewi Windrati dikaruia tiga orang anak yaitu,  Dewi Anjani, Guwarsa dan Guwarsi. Tahun telah berganti tahun, dan kini putra-putrinya telah beranjak dewasa. Dan Dewi Windrati baru teringat dengan pemberian sang mantan kekasih, yaitu sebuah Cupu Manik Astagina yang berisikan Tirta Perwitasari atau air kehidupan.  Hadiah itu di berikan karena Bathara Surya sangat menyayangi Dewi Windrati.  Dan Bathara Surya berpesan agar tidak menunjukkan apalagi memberikan Cupu Manik Astagina pada siapapun karena jika hal itu dilanggar, maka sesuatu yang buruk akan terjadi.
Pada suatu ketika Dewi Windrati mengabaikan pesan Baratha Surya. Dewi Windrati memberikan Cupu Manik Astagina itu kepada putrinya Dewi Anjani. Saat akn diberikan pada Dewi anjani, Dewi Windrati secara tak sengaja mengangkat Cupu Manik Astagina itu ke arah matahari seketika itu mereka berdua melihat seisi jagad raya melalui Cupu Manik Astagina itu. Di saat yang bersamaan kedua putranya mengatahui hal itu dan terjadilah keributan.
 Mendengar keributan itu Resi Gautama naik pitam dan marah habis-habisan. Dan mengutuk Dewi Windrati menjadi patung dan dilempar hingga tiba di sebuah negri. Setelah kejadian itu mereka bertga berebut Cupu Manik Astagina.
Karena emosinya yang tak terkontrol, Resi Gautama menendang bagian tutup Cupu Manik Astagina dan jatuh ke negri Ayodya Pala dan jadilah Telaga Sumala. Tanpa berpikir panjang Guarsi dan Guarsa mengejar ke arah jatuhnya tutup Cupu Manik Astagina itu. Kemudian Guarsi sampai terlebih dahulu sampai di Telaga Nirmala, Tanpa berpikir panjang Guarsi menceburkan diri kedalam telaga dan beranggapan jika tutup Cupu Manik Astagina tersebut jatuh ke dalam telaga. Kemudian tak lama kemudian guarsa tiba dan menceburkan diri ke dalam telaga. Di dalam telaga Guarsi menyebut Guarsa sebagai kera dan begitupun sebaliknya. Hingga disadari mereka berdua telah berubah menjadi kera.
Dengan adanya kejadian itu Guarsa dan Guarsi hendak mengingatkan Ratna Anjani agar tak menyentuh air telaga itu sedikitpun. Namun mereka berdua terlambat karena Ratna Anjani telah membasuh muka dengan air telaga itu, seketika itu pila waja Ratna Anjani berubah bak seekor kera.
Dengan naluri seorang ayah, Resi Gautama memberikan beberapa ajian agar mereka bisa kembali lagi menjadi sesosok manusia yang seutuhnya. Guarsa dan Guarsi diberikan ajian Danasona yang merupakan cikal bakal dari bala tentara peperangan yang berupa seratus ekor kera. Dan Ratna Anjani harus melewati rintangan yang sangat berat yakni bertapa dengan mengapungkan tubuhnya tanpa makan dan minum.
Suatu hari melintaslah seorang pangeran yang gagah perkasa yang tiba-tiba jatuh cinta pada Ratna Anjani. Pangeran itu tak lain adalah titisan dari Bathara Surya, pangeran itu berinisiatif untuk menghanyutkan selembar daun, dan daun itu menghampiri mulut Ratna Anjani tak berapa lama Ratna Anjani memakan daun itu. Dan saat yang bersamaan cahaya terang itu muncul saat Ratna Anjani memakan daun itu. Dari situlah bertiuplah ruh calon bayi, kemudian Ratna Anjani mengandung dan beberapa waktu kemudian lahirlah seorang bayi yang diberi nama Hanuman.

KETIKA HUJAN TURUN


KETIKA HUJAN TURUN
Hari telah menjelang senja,sang mentari telah siap menenggelamkan diri.Sebuah keributan kecil terjadi di salah satu rumah kecil terjadi di salah satu rumah kecil yang terletak di sebuah perkampungan kumuh.Yatno yang telah terlihat rapi dengan aroma tubuh yang lebih wangi dari biasanya.
Yatno:”bu,bolehkah aku minta uang?”(sambil mendekati ibunya yang sedang mencuci piring)
Bu wage:”mintalah saja pada bapakmu,ibu tak punya uang”
                Tiba-tibabapaknya yang mendengar percakapan mereka langsung naik pitam.
Pak Wage:”untuk apa kau minta uang?,aku tak akan memberikan uang sepeserpun untukmu,masih banyak keperluan lain yang harus didahulukan”
Bu Wage:”ayolah pak,berilah yatno uang,dia itu sudah besar,sudah remaja pak!.apalagi ini kan malam minggu,mungkin Yatno ada acara dengan teman-temannya,atau barang kali dia sudah mulai pacaran.
Pak Wage:”Sekali tidak ya tetap tidak!,pokoknya tidak,apalagi untuk pacaran,aku susah payah memeras keringat bukan untuk membiayai oarang untuk pacaran.(sambil menggebrak meja)
Bu Wage mengalah dan memilih menghindari pertengkaran dengan Pak Wage.Dengan sembunyi-sembunyi Bu Wage membawa ayam peliharaan suaminya ke rumah tetangga untuk di jual.
Bu wage:”ini nak,....hati-hati di jalan,jangan smpai bapakmu tau(sambil memberikan beberapa uang hasil penjualan ayam peliharaan suaminya)
Yatno:”iya bu.....terimakasih(sambil menerima uang dari ibunya)
Dengan wajah berseri-seri dan senyuman lebar yang mengembang di bibir kusamnya Bu Wage mengantar anak semata wayangnya itu menuju ujung gang.Di balik jendela usang kamar kecil itu Pak wage berdiri sambil mengamati apa yang telah terjadi dihadapannya.Mengetahui ayam peliharaannya hilang seekor.Ia diam saja dan tak berkomentr apapun.
Butiran air langit turun membasahi bumi,hawa dingin semakin merasuk ke tulang.Dinding bioskop telah menjunjukkan pukul 21.00,itu tandanya film yang tadi di putar pukul 19.00 sudah hampir habis.Pak wage duduk di dalam becak haw adingin menjadikan pak wage merasa samgt menyayangkan rokoknya yang hanya tinggal sebatang.
               Beberapa tukang becak mondar-mandir di depan ruang tunggu bioskop.Tak mau kalah dengan yang lain,Pak Wage ikut berebut penumpang,sambil melihat-lihat poster film sesekali Pak Wage menengok ke arah pintu keluar.Tak lama kemudia pintu teater satu dan tiganpun dibuka.Penontonpun berduyun-duyun keluar.Para tukang becak segera menyerbu dan tak ada satupun dari mereka yang tak kebagian penumpang.
                Telah beberapa kali Pak Wage mengantar penumpangnya.Masih ada teater dua dan emat yang belum di buka,itu artinya masih ada beberapa lemar rupiah yang bisa di harapkan.Akhirnya pintu teater dua dan empat dibuka.Dalam kondisi hujan deras seperti ini tak ada pilihan lain selain naik becak kecuali yang membawa kendaraan sendiri.
Pak Wage:”Becak mas...?,keman ,sih?(tawar pak wage sambil menghampiri muda-mudi yang kebingungan melihat hujan turun)
Pasangan tersebut menyebut nama sebuah jalan.
Pak Wage:”empat ribu saja mas”
Tanpa menawar pasanga itu langsung naik ke dalam becak.dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya Pak Wage mengayuh becak dengan sekuat tenaga.Setelah mengantar penumpang tersebut,Pak Wage ingin pulang,namun hatinya menginginkan kembali ke Bioskop.Mungkin saja masih ada sisa rupiah yang masih bisa didapatnya.Pak Wgemenghampiri pasangan muda-mudi yang berteduh di teras bioskop.
Mila:”ayo,bang,...kita pulang”
Yatno:”nanti saja kalau hujannya sudah reda”
Mila:”sampai kapan?,ini sudah malam,itu becaknya sudah datang.Kalau mas tidak punya uang,biar aku saja yang bayar”(sambil menarik tangan yatno ke arah Pak Wage)
Dengan segera Pak Wage membuka turai penutup becaknya.Pasangan muda-mudi itupun meloncat ke dalam becak.Sekilas Pak Wage melihat wajah pasangan tersebut.Ia merasa tak asing dengan wajah pemuda itu,Ia terkejut,itu adalah Yatno anaknya.Pak Wage segera menguasai keadaan.Ia dengan segera mengayuh becaknya.Tak pernah terpikirkan sama sekali jika penumpang terakhirnya adalah anaknya sendiri.
Mila:”kok diam saja mas?”
Yatno:”nggak apa-apa “
Mila:”mas marah ya?”
Yatno:”enggak kok”
Mila:”ya,jangan diam gitu dong”
Dinginnya air hujan yang membasahi tubuhnya seketika terasa hilang.ada kebanggan tersendiri di dalam lubuk hatinya.Namun tak terasa air mata telah membasahi pipinya seakan ad yang menusuk hatinya.ketika mengetahui anaknya seperti tak mengenali bapaknya di depan kekasihnya itu.Mungkin ia malu memiliki bapak yang hanya seorang tukang becak.

1.Perbedaan cerpen dengan novel


1.Perbedaan cerpen dengan novel
No
Unsur
Novel
Cerpen
1.
Alur
Kompleks
Sederhana
2.
Konflik
Mengubah nasib tokoh
Tidak mengubah nasib tokoh
3.
Panjang cerita
Menceritakan sebagian besar kehidupan tokoh
Menceritakan kehidupan tokoh yang dianggap penting
4.
Penokohan
Karakter tokoh disampaikan secara mendetail.
Karakter tokoh tidak mendetail.


2.Unsur Intrinsik dan cerpen dan novel
A.Tema:
·         Tema mayor
·         Tema minor
B.Amanat:
C.Alur/Plot:
·         Kronlogis
·         Flashback
·         Maju
·         Mundur
·         Klimaks
·         Antiklimaks
D.Penokohan:
·         Tokoh utama
·         Tokoh tambahan
·         Antagonis
E.Setting/latar:
·         Tempat
·         Waktu
·         Suasana
F.Perwatakan:
·         Sifat
·         Cara Pelukisan
G.Point of view:
·         Orang pertama
·         Orang ketiga
·         Teknik campuran
H.Suspense dan Foreshadowing
I.Limited focus
J.Bahasa:
·         Bahasa nasional
·         Bahasa daerah
·         Dialek asing
·         Makna denotasi
·         Makna konotasi
·         Makna ambiguitas
K.Gaya bahasa dan majas
3.Ciri-ciri sastra klasik:
Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
  1. Merupakan milik bersama masyarakat.
  2. Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
  3. Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
  4. Disebarkan secara lisan
  5. Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap
4.Contoh judul sastra klasik:
A.Merari Siregar
·         Azab dan Sengsara (1920)
·         Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
·         Cinta dan Hawa Nafsu
·         Siti Nurbaya (1922)
·         La Hami (1924)
·         Anak dan Kemenakan (1956)
·         Tanah Air (1922)
·         Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
·         Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
·         Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
·         Cinta yang Membawa Maut (1926)
·         Salah Pilih (1928)
·         Karena Mentua (1932)
·         Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
·         Hulubalang Raja (1934)
·         Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
·         Tak Disangka (1923)
·         Sengsara Membawa Nikmat (1928)
·         Tak Membalas Guna (1932)
·         Memutuskan Pertalian (1932)
·         Darah Muda (1927)
·         Asmara Jaya (1928)
·         Pertemuan (1927)
·         Salah Asuhan (1928)
·         Pertemuan Djodoh (1933)
·         Menebus Dosa (1932)
·         Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
·         Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
5.Relevansi karya sastra klasik dengan kehidupan kekinian:
Sangat relevan sekali karena karya sastra klasik juga memiliki nilai-nilai yang juga masih relevan dengan kehidupan kekinian,namun saja pengemasan dalam bentuk ceritanya berbeda. Walaupun dikemas dengan bentuk yang berbeda namun konteksnya tetap sama.