Kamis, 23 Februari 2012

Dibawah Lindungan Ka'bah (Ironi Cerita Cinta Beda Kasta)



Dibawah Lindungan Ka’bah
(Ironi Cerita Cinta Beda Kasta)

Perjalanan cerita cinta anak manusia memang tak selalu berjalan mulus sesuai dengan apa yang diinginkan, terkadang terdapat pula kerikil-kerikil tajam yang menghambat indahnya perjalanan cerita cinta. Begitu pula yang dengan film bergenre religi produksi MD Intertainment yaitu film “Dibawah Lindungan Ka’bah” atau (DLK), film yang disutradarai Hanny R Saputra ini diadaptasi dari novel dengan judul sama karya H.Abdul Malik Karim atau yang lebih populer dengan sebutan HAMKA ini mengangkat tema perjalanan cinta beda kasta dengan latar pada tahun 1920-an.
Film yang dulunya juga pernah dirilis dengan judul yang sama di era 80-an ini ditampilkan dengan basic yang berbeda, jika DLK tahun 80-an lebih dominan menceritakan pemberontakan rakyat minang kabau terhadap penjajahan belanda dan sifat proteksionis seorang suami terhadap istri, lain halnya dengan film yang diproduksi pada tahun 2011 ini lebih dominan dengan hukum adat dan syariat islam yang begitu kuat terpatri dalam jiwa masyarakat lokal.
Cinta abadi adalah menu utama yang ingin disuguhkan film ini, dimana sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin, kemudian cinta dengan caranya sendiri telah merubah sebuah kemustahilan menjadi sebuah kelaziman. Perbedaan genre serta strata sosial memang merupakan permasalahan yang kompleks dalam perjalanan hidup manusia diangkat menjadi sebuah kisah cinta berbalut ironi. Impian bahwa manusia bebas untuk mencintai dan dicintai telah menjadi bumbu penyedap cerita cinta Hamid dan Zainab.
Laudya Cinthya Bella sangat piawai membawakan peran tokoh Zainab, gadis desa yang lugu dengan segala kesederhanaannya. Tak kalah piawainya, Harjuno Ali atau lebih populer dengan nama Herjunot Ali tampil dengan sangat menakjubkan membawakan peran sebagai Hamid dengan karakter satun, sabar dan cerdas, telah membuat kita lupa sejenak dengan perannya yang cuek dan brutal dalam film Reality Cinta Rock n’ Roll.
Film yang dirilis pada september 2011 ini, diperankan bintang-bintang yang tergolong “baru” di dunia perfilman, antara lain adalah Tara Budiman dan Niken Anjani, namun akting bintang-bintang baru ini diracik dengan perpaduan yang pas dengan akting bintang senior antara lain Yessy Goesman, Widyawati, dan Didi Petet.
Aturan adat yang dianggap konservatif dan syariat islam yang mulai di tinggalkan pada saat ini, dengan hadirnya film ini telah berhasil membuat para pemirsanya membuka mata akan pentingnya nilai-nilai tersebut. Bukan berarti kolot ataupun apalah, namun setidaknya film ini memberikan gambaran tentang agungnya norma kesopanan serta kesusilaan di negara yang menganut adat ketimuran ini.
DLK setidaknya telah mengajari para penikmat film jenis ini untuk bersabar, tegar, dan tabah menjalani semua jalan hidup dengan segala rintangannya. DLK bagaikan angin segar bagi masyarakat Indonesia, khususnya para remaja yang haus akan tontonan berbasic religi. Di tengah ketatnya film bernuansa horor, film ini bisa mendulang kesuksesan.
DLK bercerita mengenai perjalanan cerita cinta dua anak manusia yang tak bisa bersatu karena adanya perbedaan strata sosial dan ekonomi di antara keduanya, tokoh Zainab dengan latar keluarga kaya dan terpandang, serta tokoh Hamid yang hanya seorang anak janda yang bekerja di rumah keluarga Zainab. Karena besarnya intensitas pertemuan diantara keduanya, maka timbulah benih-benih asmara di antara keduanya.Suatu hari jatuhlah Zainab ke dalam sungai, tak ada seorangpun yang menolong, namun dengan sigap Hamid menolongnya dan dengan refleks memberinya bantuan berupa nafas buatan. Perbuatan yang semata-mata hanya untuk menolong dan dianggap tidak senonoh  itu terjadi di hadapan puluhan warga kampung. Dengan kejadian itu para tetua adat dan ulama kampung menjatuhkan hukuman berupa pengusiran dari kampung.
Konflik yang terjadi tak hanya berhenti di situ saja, di tengah situasi yang menggoncang psikis Zainab, Orang tua Zainab berniat menjodohkannya dengan lelaki yang sama sekali tidak dicintainya. Kejadian tersebut telah membuatnya depresi dan tertekan. Dengan terusirnya Hamid dari kampungnya, Hamid memiliki ambisi untuk mewujudkan mimpinya untuk menunaikan ibadah haji dan memanjatkan do’a yang dititipkan Zainab agar Zainab menikah dengan seseorang yang dicintai serta mencintainya seperti mimpinya dulu. Keduanya menyerahkan semuanya di tangan Tuhan, inilah kisah cinta yang tak harus memiliki, menyerahkan segala sesuatunya pada ridha ilahi, menuju cinta yang haqiqi.
Secara sepintas film ini terlihat cukup baik, namun jika diamati secara seksama, saat adegan Hamid dan Zainab berberbincang di balik tembok, adegan itu terlihat diambil secara tersendiri dan penggabungannya kurang rapi. Terlebih saat Hamid menunaikan ibadah haji, penggabungan latar kota mekkah dengan tokohnya terlihat kurang rapi. Apalagi visualisasi produk-produk sponsor yang terkesan dipaksa, membuat penonton meluncurkan berbagai pertanyaan. Dan membuat jalan cerita menjadi kurang menggigit.
Namun secara keseluruhan film ini layak untuk ditonton, film ini memberikn inspirasi bagi penonton. Film inilah yang dibutuhkan remaja yang memiliki iman yang gersang, agar mereka membuka mata tentang pentingnya norma-norma di sekitar kita, serta percaya pada jalan Tuhan, bahwa sesungguhnya semua akan indah pada waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar